ZAKAT PROFESI: DALIL DAN KETENTUANNYA
Profesi atau pekerjaan orang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Banyak profesi yang dahulu tidak ada, tapi kini ada karena dianggap penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Zakat profesi yang baru tentu belum dibahas oleh para ulama zaman dahulu.
Para ulama kontemporer berpendapat bahwa profesi atau pekerjaan apapun yang mendatangkan penghasilan atau pendapatan itu merupakan obyek zakat. Baik profesi tersebut dikerjakan sendiri oleh seseorang yang tidak tunduk pada perintah orang lain, seperti profesi tenaga kesehatan, kontraktor, pengacara, seniman, penjahit, tukang kayu dan lainnya, sehingga pendapatannya dalam hal ini adalah pendapatan yang tergantung kepada pekerjaan atau profesinya. Atau pun pekerjaan itu tergantung kepada pihak lain, seperti pemerintah, perusahaan atau individu, sehingga pendapatannya itu berupa gaji, upah atau honorarium yang sifatnya tetap dan tertentu.
Dalil dan Argumentasi
Semua penghasilan dari pekerjaan profesional, apabila telah mencapai niṣāb, wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang bersifat umum dan argumentasi-argumentasi berikut:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Taubah [9]: 103).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (Q.S. al-Baqarah [2]: 267).
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (Q.S. al-Żāriyāt [51]: 19).
Tiga ayat di atas memerintahkan pengambilan zakat dari semua jenis harta orang-orang yang beriman. Hal mana karena di dalam pengambilan tersebut terdapat manfaat yang nyata, baik bagi pemberi maupun bagi penerimanya. Oleh karenanya zakat hukumnya wajib. Termasuk di dalamnya, adalah zakat profesi.
Dari segi argumentasi, di dalam penghasilan dari profesi itu terdapat illat/kausalitas kewajiban zakat yaitual-namā‟ / berkembang, sedang hukum itu ada dan tidak ada bersama illatnya, sebagaimana kaidah fikih populer, alhukmuyaduruma’aillatihi-wujudanau ‘adaman.
Selain itu, gaji, upah, atau honorarium, itu termasuk mālmustafād (kekayaan perolehan seperti hibah dan warisan), yaitu harta yang bisa dimanfaatkan dan dimiliki oleh seseorang melewati salah satu cara kepemilikan yang dibenarkan syariat. Mālmustafād juga wajib dizakati apabila mencapai niṣāb dan berlalu ḥaul.
Penetapan kewajiban zakat terhadap pendapatan para profesional disamping untuk merealisasikan hikmah zakat yaitu mensucikan jiwa muzaki dan hartanya, juga untuk merealisasikan keadilan dalam ajaran Islam. Dibandingkan dengan petani umpamanya, nasib para profesional adalah lebih baik. Jika petani saja diwajibkan membayar zakat, maka lebih utama lagi para profesional yang penghasilannya secara umum jauh lebih banyak.
Kewajiban zakat profesi merupakan hasil ijtihad ulama kontemporer. Hal ini karena banyak profesi yang ada sekarang ini belum dikenal dalam khazanah dan masyarakat Islam jaman silam. Zakat penghasilan dari sebuah profesi diqiyaskan kepada zakat penghasilan dari perdagangan, bisa juga kepada emas, perak, dan uang. karena mempunyai syabah (kemiripan).
Musyawarah Nasional Majelis Tarjih ke XXV, tahun 2000 di Jakarta memutuskan bahwa zakat profesi hukumnya wajib dengan ketentuan nisab setaradengan 85 gram emas murni, dan kadarnya sebesar 2,5%. Tiga tahun kemudian Majelis Ulama Indonesia pusat, memutuskan hal yang sama, sebagaimana tertuang dalam fatwa nomor 3 tahun 2003. Dalam draf materi munas tarjih Muhammadiyah XXXI, yang selanjutnya disepakati dalam sidang pleno, menyebutkan bahwa penghasilan dari sebuah profesi diqiyaskan kepada harta yang telah ada, karena diantara keduanya menpunyai syabah atau kemiripan.
Ketentuan Umum Zakat Profesi
Dalam draf materi munas tarjih Muhammadiyah XXXI, yang selanjutnya disepakati dalam sidang pleno, ketentuan umum zakat profesi adalah sebagai berikut:
- Pekerjaan atau profesi yang digeluti harus halal.
- Pendapatan wajib dizakati setelah sempurna dimiliki.
- Mencapai niṣāb. Penghasilan dari hasil suatu profesi itu harus mencapai niṣāb sehingga wajib dizakati. Niṣāb zakat profesi adalah 85 gram emas murni.
- Berlaku ḥaul. Zakat profesi wajib dikeluarkan apabila telah berlalu satu ḥaul. Jadi bukan setelah menerima upah atau mendapat gaji setiap bulan.
- Kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5% atau 1/40
- Zakat profesi dikeluarkan setelah dikurangi dahulu dengan kebutuhan asasi untuk pribadi dan keluarga yang ditanggungnya.
Penghitungan Zakat Profesi
Ada beberapa macam cara orang mendapatkan gaji atau upah atau penghasilan dari profesinya. Ada orang yang mendapat gaji atau upah harian seperti seorang dokter praktek. Ada pula orang yang mendapat gaji atau upah setelah beberapa waktu seperti pengacara, kontraktor, penjahit dan lainnya. Dan ada pula yang mendapat gaji atau upah tiap-tiap minggu atau dua minggu, bahkan kebanyakan pekerja itu mendapatkan gajinya tiap-tiap bulan.
Dalam Fatwa MUI nomor 3 tahun 2003 dijelaskan, bahwa zakat penghasilan / profesi bisa ditunaikan dengan dua cara. Pertama, dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab. Kedua, jika belum mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab. Cara menghitung niṣāb zakat profesi ada dua macam:
- Pertama: Niṣābnya dihitung dari pendapatan dan mālmustafād yang dikumpulkan selama satu tahun. Ini karena kebanyakan pemerintahan di dunia dewasa ini menggaji pegawainya berdasarkan gaji tahunan yang diberikan tiap-tiap bulan. Oleh karena itu, zakat profesi ini diambil dari pendapatan bersih pegawai dan pekerja profesional lainnya dalam satu tahun sempurna jika pendapatan bersih tersebut mencapai niṣāb yaitu senilai 85 gram emas murni, setelah dikurangi kebutuhan asasi bagi dirinya dan keluarga yang ditanggungnya. Jika pendapatan tersebut masih tersisa dan mencapai niṣāb, maka ia terkena zakat. Kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah 2.5% atau 1/40 sesuai dengan keumuman nash yang mewajibkan 2.5% padauang.
Jika dibayar per tahun, maka zakat yang harus dibayar adalah: jumlah harta yang telah mencapai nishab x 2,5%. Jika dibayar per bulan, maka (jumlah harta yang telah mencapai nishab x 2,5%): 12.
Contoh perhitungannya: Gaji seorang pegawai sebuah perusahaan swasta nasional adalah Rp. 15.000.000,- per bulan. Setelah dipotong biaya hidup sehari-hari seperti biaya dapur / makan, pendidikan, kesehatan, listrik, pembayaran hutang dan kebutuhan pokok lainnya ternyata masih tersisa Rp. 7.000.000,-. Jika dikalkulasi, dalam setahun ia mendapat Rp. 7.000.000,- x 12 = Rp. 84.000.000,-.
Nishab zakat profesi adalah setara harga 85 gr emas 24 karat. Jika harga emas 24 karat adalah Rp. 900.000/gram, maka nishab zakat profesi adalah Rp. 76.500.000. Dengan demikian, gaji pegawai tersebut sudah mencapai nisab dan ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % x Rp. 84.000.000,- = Rp. 2.100.000,- jika dikeluarkan per tahun. Atau Rp. 2.100.000: 12 =Rp. 176.000,- jika dikeluarkan per bulan.
- Kedua: Niṣāb itu dihitung dari pendapatan dan mālmustafād yang langsung diterima. Jadi jika pendapatan insindentil itu mencapai niṣāb (yaitu senilai 85 gram emas murni) maka zakatnya wajib segera dikeluarkan. Adapun pendapatan insidentil yang jumlahnya sedikit, asal bisa diprediksi perolehannya selama satu tahun, maka pelaksanaan zakatnya juga bisa setiap bulan (tidak menunggu 1 tahun). Perhitungan nishabnya adalah 85 gr Emas: 12 = 7,08 gr. Jika harga emas 24 karat pada hari ini adalah sebesar Rp. 900.000,-/gram. Maka besaran nishabnya adalah : 7,08 x 900.000,- = Rp. 6.372.000,-
Kebolehan mempercepat pengeluaran zakat adalah berdasarkan hadis dari Ali bin AbiThalib r.a.:
أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ ) رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلاَّ النَّسَائِيّ (
Artinya: “Bahwa Abbas bin Abdul Muthallib bertanya kepadaRasulullah saw dalam menyegerakan (mempercepat) pengeluaran zakatnya sebelum datang waktu halalnya (satu tahun), lalu Nabi saw mengizinkan hal itu.”(HR. lima ahli hadis kecuali an-Nasa’i)
Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar menyebutkan bahwa sanadha disini kurang kuat (fihimaqal), tetapi didukung oleh hadis-hadis lain, di antaranya riwayat Abu Dawud at-Thayal isi dari hadis Abu Rafi’:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعُمَرَ: إنَّا كُنَّا تَعَجَّلْنَا صَدَقَةَ مَالِ الْعَبَّاسِ عَامَ اْلأَوَّلِ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi saw. berkata kepada Umar: Sesungguhnya kami telah mempercepat pengeluaran zakat harta Abbas pada tahun pertama.”
Wallahua’lam
Oleh: Dr Syamsudin, MA (Dewan Syariah LAZISMU Jatim / Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur)
Tulisan ini pertama kali tayang di blog lazismujatim.org