ZAKAT PERTANIAN: DALIL DAN KETENTUANNYA
Zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang
mempunyai harta dan mencapai nisab. Hikmah membayar zakat diantaranya adalah
membersihkan jiwa manusia dari ketamakan, keburukan dan sifat kikir terhadap
harta. Sekaligus dapat membantu saudara sesama ima yang berada dalam keadaan
kekurangan.
Sobat Lazismu, harta kita yang berasal darui usaha
di sektor pertanian juga tidak luput dari kewajiban zakat. Setiap tanaman yang
merupakan makanan pokok dan dapat disimpan, menurut Ulama Syafu’iyah, wajib
dizakati.
Sebagaimana firman Allah Swt.:
“Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah: 267).
Nisab
tanaman dan buah-buahan yang wajib dikeluarkan zakatnya:
Syarat wajibnya zakat untuk tanaman dan buah-buahan
yang wajib dikeluarkan adalah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut,
dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata, telah bersabda Rasulullah
Saw:
“Tidak ada zakat pada kurma dan biji-bijian yang
kurang dari lima wasaq.”
Kadar zakat yang
harus dikeluarkan:
Zakat pertanian dikeluarkan zakatnya setiap kali panen dan
tidak harus menunggu genap satu tahun. Hanya saja, terkait pencapaian hisab,
hasil panen dalam satu tahun digabung sehingga mencapai nilai nisab (653 Kg
gabah atau 5 wasaq).
Sebagian ulama berpendapat hasil satu musim untuk pertanian
yang satu jenis dihitung secara tergabung, tidak terpisah, untuk mencapai
penggenapan nisab. Allah Swt. berfirman:
“Makanlah dari
buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berubah, dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihan." (QS. Al-An'am: 141)
Kadar dari zakat
pertanian pun dibedakan berdasarkan sumber air digunakan. Jika tanaman diairi
dengan air hujan atau dengan air sungai tanpa ada biaya yang dikeluarkan,
dikenai zakat sebesar 10%. Namun, jika tanaman diairi dengan air yang
memerlukan biaya, dikenai zakat sebesar 5%.
Sementara itu, jiwa
hukum Islam boleh dikatakan dapat menentukan bahwa zakat dapat digugurkan
dengan sejumlah biaya yang digunakan untuk memperoleh hasil. Dalam kitab al-Kharraj (hlm. 509), Ibnu
Abbas menyatakan bahwa seorang petani harus membayar terlebih dahulu segala
macam biaya yang telah dipergunakan untuk pengolahan pertaniannya itu. Setelah
itu kemudian dikeluarkan zakatnya.
Oleh karena itu, bagi petani yang tidak hanya mengeluarkan biaya air, tapi
juga mengeluarkan biaya-biaya yang lainnya seperti biaya pembelian benih,
insektisida, pupuk dan juga perawatan maka biaya-biaya tadi diambilkan dari
hasil panen, kemudian sisanya bila telah sampai senisab atau 5 autsaq (kurang lebih 653 kg gabah) maka dikeluarkan zakatnya
10% jika hasil pertanian tadi diairi dengan air hujan, sungai dan mata air, dan
5% jika diairi dengan sistem irigasi.
Meskipun demikian, jika ada orang yang dengan kesadarannya mengeluarkan zakat dari hasil kotornya (tanpa dipotong oleh biaya-biaya tadi) maka dapat dianggap perbuatan baik dan utama.
Mengutip pendapat Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam buku fiqih zakatnya, disebutkan bahwa ada dua hal yang dapat menguatkan pendapat itu. Pertama; beban dan biaya dalam pandangan agama merupakan faktor yang mempengaruhi. Besar zakat bisa berkurang karenanya, misalnya dalam hal pengairan yang memerlukan bantuan peralatan mengakibatkan besar zakatnya hanya 5% saja. Bahkan zakat itu bisa gugur sama sekali apabila ternak misalnya, harus dicarikan makannya sepanjang tahun. Berdasarkan hal itu maka wajar apabila biaya dapat menggugurkan kewajiban zakat dari sejumlah hasil sebesar biaya tersebut. Kedua; bahwa pertumbuhan pada dasarnya adalah perkembangan, tetapi perkembangan itu tidak bisa dianggap terjadi dalam kekayaan yang diperoleh tetapi biaya untuk memperolehnya juga sebesar yang diperoleh itu, jadi seolah-olah biaya itu telah memakannya. (yf)