Tuntunan Ibadah Qurban menurut Rasulullah saw (edisi: TERLENGKAP)

 
Tuntunan Ibadah Qurban
Tuntunan Ibadah Qurban 




TUNTUNAN IBADAH QURBAN MENURUT 
RASULULLAH SAW
Oleh: Drs. AGUNG DANARTA, M.Ag



DASAR PERINTAH BER-QURBAN
Ibadah Qurban menjadi syariat nabi Muhammad saw berdasarkan pada: 
a. Surat al-Kautsar (108) ayat 1 dan 2:
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni'mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah"

b. Surat al-Hajj (22) ayat 34:
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Ny a. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)"

c. Surat al-Hajj (22) ayat 36-37:
36. Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak mememinta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
37. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

d. Hadits Rasulullah dari Abu Haurairah:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda Barangsiapa yang memiliki kekuasaan harta dan tidak menyembelih hewan qurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami. [HR. Ahmad ibn Hanbal dalam musnad Ahmad: 7923]

e. Hadits Rasulullah dari 'Aisyah:
Dari 'Aisyah bahwa NAbi saw bersabda: Tidak ada amal bani Adam yang lebih disukai Allah pada hari raya Qurban selain menumpahkan darah (hewan qurban). Sungguh pada hari qiyamat nanti, hewan qurban tersebut akan datang lengkap dengan tanduknya, tulang-tulangnya, dan bulu-bulunya. Dan sungguh darahnya akan sampai kepada Allah mendahului sampainya darah ke bumi. Maka perbaguslah diri dengan penyembelihan itu. [HR. Ibn Majah, Sunan al-Adhahiy, hal: 3117].

Menurut Jumhur ulama, hukum penyembelihan qurban adalah sunnah muakkadah, dan makruh meninggalkannya bagi orang yang mampu mengerjakannya. Menurut ulama madzhab Hanafiyah, menyembelih qurban wajib dilakukan sekali dalam setiap tahunnya bagi orang yang muqim (tinggal/tidak berpergian) di negerinya.[Wahbah al-Zuhailiy, fiqh al-'Ibadat, Tripoli: Kuliyyat al-Da'wah al-Islamiyah, 1998, hal. 275]


FUNGSI BER-QURBAN
a.Merupakan realisasi dari takwa, sebagiamana firman Allah dalam al-Quran surat al-Hijj (22) ayat 37:
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.

b. Untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, sesuai firman Allah dalam al-Quran surat al-An'am (6) ayat 162:
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam"

c. Untuk mengenang nabi Ibrahim as, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat al-Shaffat (37) ayat 108:
Kami jadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.

d. Memberi keleluasaan bagi keluarga dan orang-orang miskin dalam menikmati rizki Allah berupa daging qurban, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat al-Hajj (22) ayat 36:
Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagian dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.

e. Untuk mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat al-Hajj (22) ayat 36:
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.


MACAM-MACAM BINATANG QURBAN
Sapi, salah satu jenis hewan qurban
Sapi, salah satu jenis hewan qurban

Hewan yang dapat dipakai untuk qurban adalah binatang ternak, sebagaimana tercantum dalam surat al-Hajj (22) ayat 34:
Dan bagi tiap-tiap ummat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).

Adapun yang termasuk hewan ternak adalah unta, sapi (juga kerbau) dan kambing (juga domba dan biri-biri). Hewan jantan lebih utama dari hewan betina, sebagaimana hewan yang tidak dikebiri lebih utama dari hewan yang dikebiri. Sebagian ulama berpendapat bahwa kambing lebih utama dari sapi dan sapi lebih utama dari unta. Sebagian yang lain berpendapat unta lebih utama dari sapi dan sapi lebih utama dari kambing.
[Wahbah al-Zuhailiy, Ibid, hal.277].


KRITERIA BINATANG QURBAN
a. Binatang hendaknya dipilih yang baik, sebagimana firman Allah dalam al-Qur'an surat Ali 'Imran (3) ayat 92:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.

b. Rasulullah dalam ber-qurban memilih kambing yang besar, gemuk dan bertanduk.
Dari  Anas, ia berkata, Rasulullah saw telah berqurban dengan dua ekor kambing (kibas) yang menawan (enak dipandang) dan mempunyai dua buah tanduk. Aku melihat beliau menyembelih hewan tersebut dengan tangannya sendiri. Dan aku melihat, beliau meletakkan telapak kakinya pada batang leher keduanya, dan mengucapkan bismillahi wallahu akbar.
[HR. Bukhari, shahih al-Hajj: 1450; al-Adhahiy: 5132, 5239, 6850] [HR. Muslim, shahih; al-Adahiy:3636]

Serta hadis:
Dari Aisyah dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah jika ingin menyembelih hewan qurban maka beliau membeli dua ekor kambing (kibas) yang besar-besar, gemuk-gemuk, dab bertanduk serta pejantan (tidak dikebiri). Kemudian beliau menyembelih satu diantara keduanya untuk ummatnya yang bersaksi atas keesaan Allah dan bersaksi untuknya sebagai penyampai risalah, dan menyembelih yang satunya lagi untuk Muhammad dan keluarganya.
[HR. Ibnu Majah (Sunan, al-Adhahiy:3113), dan Ahmad ibn Hanbal (Musnad, Baqiy Musnad al-Anshar: 24660, 23895, 24699)]    

c. Ada empat macam cacat pada binatang yang menyebabkan tidak memenuhi syarat untuk berqurban, yaitu:
  1. Hewan buta sebelah matanya dan jelas kebutaannya
  2. Hewan sakit yang nyata sakitnya
  3. Hewan pincang yang nyata kepincangannya
  4. Hewan yang kurus kering tidak berdaging  
sesuai dengan hadits:
Abi al-Dhahhak 'Ubaid ibn Fairuz berkata, Aku tanyakan kepada al-Barra', kemukakan kepadaku hal-hal yang dilarang oleh Rasulullah dalam penyembelihan hewan qurban. Al-Barra' berkata, Rasulullah saw berdiri dan tanganku lebih pendek dari tangannya, kemudian belua bersabda, Empat hal yang tidak boleh, 1) Hewan yang buta sebelah matanya, yang jelas kebutaannya, 2) Hewan sakit yang nyata sakitnya, 3) Hewan pincang yang nyata kepincangannya, 4) Hewan kurus yang tidak berdaging.
[HR. Nasay (sunan, ad-Dhahaya: 4239, 4294, 4295)]

d. Binatang yang hendak disembelih hendaknya telah cukup umur (5 tahun untuk unta, 2 tahun untuk sapi, dan 1 tahun untuk kambing), tetapi kalau terpaksa boleh yang lebih muda. Hal ini sesuai dengan hadit nabi:
Dari Jabir bahwasannya Rasulullah saw bersabda, Janganlah kamu menyembelih hewan qurban kecuali yang telah cukup umur. Jika kamu sukar memperolehnya maka sembelihlah kambing yang masih muda.
[HR. Muslim, Shahih, al-Adhahiy:3631] 

e. Rasulullah dalam berqurban memilih kambing yang mulut, kaki dan sekeliling matanya berwarna hitam adalah bersumber dari hadis yang dha'if. Hadisnya sebagai berikut:
Dari Abu Sa'id ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw berqurban dengan seekor kambing (kibas) yang bertanduk, jantan (tidak dikebiri), yang makan dengan mulut hitam, dan berjalan dengan kaki hitam, serta melihat dengan mata disekelilingnya hitam.
[Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (Sunan, al-Adhahiy: 3119), al-Nasaiy (Sunan, al-Dhahaya: 4314), dan Abu Dawud (Sunan, al-Dhahaya:2414).
Semua jalur sanadnya melalui Hafs ibn Ghayyas. Ia adalah rawi yang siqqah, tetapi menurut Muhammad ibn Sa'ad ia melakukan tadlis, sedangkan dalam menerima riwayat dari Ja'far ibn Muhammad (rawi sebelumnya) dengan memakai shighat tahammaul 'an. Menurut para ulama hadis, seperti al-Bukhari, periwayat siqqah yang diduga melakukan tadlis, apabila ia menerima riwayat secara mu'an'an atau muannan maka riwayatnya tidak bisa diterima. Dengan demikian hadis ini berkualitas dhaif] 


JUMLAH HEWAN QURBAN
a. Seseorang telah dianggap cukup melakukan ibadah qurban dengan menyembelih seekor kambing.
Dari Jundub ibn Sufyan, ia berkata, Saya melaksanakan 'Idul Adha bersama Rasulullah saw, setelah selesai melaksanakan shalat bersama orang banyak, beliau melihat seekor kambing yang sudah disembelih, kemudian beliau bersabda, Barang siapa yang menyembelih qurban sebelum melaksanakan shalat hendaklah menyembelih seekor kambing sebagai gantinya. Dan barang siapa yang belum menyembelih, hendaknya menyembelih dengan berdasarkan dengan nama Allah.
[HR. al-Nasaiy, sunan, al-Dhahaya: 4292]

b. Untuk unta, sapi atau kerbau, satu ekor dari binatang tersebut dapat dipakai untuk tujuh orang. Hal ini sesuai dengan hadis nabi berikut ini:
Dari Jabir ia berkata, Pada tahun perjanjian Hudaibiyah, kami menyembelih hewan qurban bersama Rasulullah saw. Seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang. [HR. Muslim, Shahih, al-Hajj:2322, 2324, 2323]

c. Seekor unta juga boleh untuk sepuluh orang. Hal ini berdasarkan pada hadis:
Ibn  'Abbas berkata, Kami bersama-sama dengan Rassulullah dalam suatu safar dan kami menjumpai (hari 'idul) adha, maka kami bersyerikat (patungan, untuk membeli) seekor sapi (ditanggung) oleh tujuh orang, dan (untuk membeli) seekor unta (ditanggung) oleh sepuluh orang. [HR. Tirmidzi, Sunan, a-Hajj 'an Rasulillah: 829]

d. Dalam suatu keluarga diperbolehkan hanya menyembelih seekor kambing untuk satu keluarga tersebut. Sebab Rasulullah saw (pernah) berqurban dengan menyembelih dua ekor kambing, satu untuk ummatnya dan satunya lagi untuk dirinya dan keluarganya. Hal ini berdasarkan hadis:
Dari Anas, ia berkata, Rasulullah saw telah berqurban dengan dua ekor kambing (kibas) yang enak dipandang dan mempunyai dua tanduk. Aku melihat beliau menyembelih kedua hewan tersebut dengan tangannya sendiri. Dan aku melihat beliau meletakkan telapak kakinya pada batang leher keduanya, dan mengucap Bismillahi Wallah-hu Akbar.
[HR. Bukhari, Shahih, al-Hajj: 1450, al-Adhahiy: 5132, 5239, 6850] 

Serta berdasarkan pada hadis berikut ini:
Dari 'Aisyiah dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw jika ingin menyembelih hewan qurban, beliau membeli dua ekor kambing (kibas) yang besar-besar, gemuk-gemuk dan bertanduk serta pejatan (tidak dikebiri). Kemudian beliau menyembelih seekor untuk ummatnya yang bersaksi terhadap keesaan Allah dan bersaksi kepadanya sebagai penyampai (risalah), dan menyembelih seekor lagi untuk Nabi Muhammad dan keluarganya. [HR. Ibn Majah, sunan, al-Adhahiy: 3113]


TEMPAT PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN
a. Rasulullah menyembelih hewan qurban ditempat shalat 'Idul Adha dilakukan. Hal ini berdasar pada hadis:
Dari Ibn 'Umar bahwasannya Rasulullah saw menyembelih qurban di tempat shalat.
[HR. Bukhari, shahih, al-Jum'at:929, al-Adhahiy:5126]

b. Abdullah ibn 'Umar meneruskan kebinasaan memakai tempat penyembelihan sebagaimana dilakukan oleh Nabi saw.
Dari Nafi', ia berkata bahwasannya 'Abdullah (ibn 'Umar) menyembelih qurban di tempat penyembelihan. 'Ubaidillah menjelaskan, yakni penyembelihan hewan qurban Rasulullah saw. [HR. Bukhari, shahih, al-Hajj: 1595, al-Adhahiy:5125]

Menurut Muhammad Syamsul Haqq al 'Azim, menyembelih hewan qurban dilapangan tempat melaksanakan shalat 'Idul Adha adalah lebih baik. Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaili, Imam Shalat 'Idul Adha hendaknya menyembelih dilapangan seusai melaksanakan shalat 'Ied.

Sedangkan untuk penyembelihan hewan qurban selain di lapangan tempat shalat 'Idul Adha tersebut juga diperolehkan, karena Rasulullah tidak memerintahkan untuk menyembelih hewan qurban ditempat tertentu, atau melarang penyembelihan ditempat tertentu yang lain. Hal ini juga dianalogikan dengan tidak adanya tempat khusus untuk penyembelihan hewan dalam ibadah haji, melainkan semua tempat di Mina adalah tempat untuk menyembelih hewan, sebagaimana hadis berikut ini:
Dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda, Aku telah menyembelih hewan disini, dan Mina seluruhnya adalah tempat penyembelihan, maka sembelihlah dalam perjalananmu. Dan aku telah wuquf (berhenti) disini, Arafah semuannya adalah tempat wuquf. Aku telah wukuf disini, dan tempat berkumpulnya orang-orang semuanya adalah tempat wuquf.
[HR. Muslim, Shahih, al-Hajj: 2138


WAKTU PENYEMBELIHAN
a. Penyembelihan dilakukan pada hari yang sudah ditentukan. al-Qur'an surat al-Hajj (22) ayat 28:
Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.

b. Penyembelihan sebelum shalat 'Idul Adha dilaksanakan adalah tidak sah.
Dari Anas ibn Malik ra, bahwa Nabi saw bersabda, Barang siapa yang menyembelih (hewan qurban) sebelum shalat (Idul Adha), maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan orang yang menyembelihnya sesudah shalat (Idul Adha), maka sesungguhnya sempurnalah ibadahnya dan telah mengikuti sunnah kaum muslimin.
[HR. Bukhari, Shahih, al-Adhahiy: 5120]

c. Rasulullah dan para sahabat menyembelih qurban pada hari raya 'Idul Adha setelah selesai sholat 'Ied (tanggal 10 Dzulhijjah).
Barra' ra berkata, Rasulullah saw berkhotbah di hadapan kami pada hari 'Idul Qurban. Rasulullah saw bersabda, Kita mengawali hari kita ini dengan shalat, kemudian pulang dan dilanjutkan dengan menyembelih hewan qurban. Barang siapa yang melaksanakan hal tersebut, berarti telah mengikuti sunnah kami. Barang siapa yang menyembelih hewan sebelum shalat 'Ied, maka sesungguhnya ia hanyalah daging yang mendahului, untuk pemiliknya saja dan bukan merupakan ibadah qurban sedikitpun. [HR. Bukhary, al-Jum'ah: 898, 902, 912, 195, 923, 930; al-Adhahiy:5119,5134]

d. Peneyembelihan dapat pula dilakukan pada hari tasyriq (Tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Dari Jubair ibn Muthim ra, bahwa Nabi saw bersabda, ....... dan setiap hari tasyriq adalah waktu penyembelihan

Para ulama dan sahabat yang membolehkan penyembelihan hewan qurban pada hari raya qurban dan hari tasyriq tiga hari sesudah hari raya antara lain adalah; ALi ibn Abi Thalib, Jubair ibn Muthim, Ibn 'Abbas, Atha' al-Hasan al-Bashri, Umar ibn 'Abdul 'Aziz, Sulaiman ibn Musa al-Asadiy, Mak-hul, Dawud al-Dhahiriy, dan Imam al-Syafi'i

Sedangkan yang membolehkan penyembelihan adalah harai raya qurban dan 2 hari sesudahnya adalah imam Abu Hanifah, imam Malik dan imam Ahmad ibn Hanbal. Hal ini antara lain karena mereka berpendapat bahwa hari tasyriq itu tiga hari dimulai dari hari raya (Syarh al-Nawawi 'ala Shahih Muslim, 13:111)


ORANG YANG BERHAK MENYEMBELIH HEWAN QURBAN
 a. Yang melakukan penyembelihan hewan qurban diutamakan dilakukan oleh oran gyang berqurban (Shahibul qurban). Hal ini sesuai hadis nabi:
Anas berkata, Rasulullah saw berqurban dengan dua ekor kambing yang bagus dan bertanduk. Anas berkata, Aku melihat Rasulullah saw menyembelih keduanya dengan tangannya. Dan aku melihat beliau meletakkan telapak kakinya pada batang leher keduanya, dan mengucapkan: Bismillah wallahu Akbar. 
[HR. Bukhari, Shahih, al-Hajj:1450, al-Adhaniy:5132,5239,6850]

b. Apabila shahibul qurban berhalangan untuk menyembelih, maka boleh diwakilkan kepada tukang sembelih. Hal ini sesuai dengan hadis nabi sebagai berikut:
Dari Ali ra, ia berkata, Rasulullah memerintahkan kepadaku agar aku mengurus binatang sembelihannya, dan mensedekahkan daging-dagingnya, kuli-kulitnya, dan semua bagiannya. Dan beliau tidak membolehkan aku memberi sesuatu daripadanya kepada tukang sembelih. [HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari, al-Hajj: 1602, 1603]

c. Apabila shahibul qurban berhalangan untuk menyembelih, dianjurkan untuk menyaksikan penyembelihan. Hal ini sesuai dengan hadis:
Dari 'Imran ibn Hushain ra, bahwa Rasulullah bersabda, Hai Fatimah, pergilah ke tempat penyembelihan hewan qurbanmu, dan saksikanlah penyembelihannya. Hal yang demikian itu akan menganpuni bagimu pada awal tetesan dari darahnya yang menetes setiap dosa yang telah negkau perbuat. Dan berdoalah: inna shola-ti-wa nusuki-wa mahya- y wa mma-ti-lilla-hi rabbil 'a-lamii-n. las-syari-kalah wa biza-lika umirtu wa ana-minal muslimi-n. Imaran berkata, aku bertanya, Ya Rasulullah, hal tersebut berlaku khusus untukmu dan anggota keluargamu saja, ataukah juga berlaku untuk kaum muslimin secara umum? Rasulullah menjawab, Tidak (hanya berlaku untuk keluargaku saja) melainkan (berlaku) untuk kaum muslimin secara umum. [HR. al-Hakim, al-Mustadrak 'ala al-Shahihayn, 4:247]

d. Penyembelih itu hendaknya orang muslim dan sudah akil baligh, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini berdasarkan pada al-Quran surat al-'An'am (6) ayat 118:
Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelih, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya.

Menurut Wahbah al-Zuhailiy, penyembelihan yang dilakukan oleh orang kafir dan ahlu kitab tidaklah sah, meskipun boleh memakan dagingnya. (Fiqh al-'Ibadah, 1998:179).
[wahbah al-Zuhaili, op.Cit, hal. 179]


SYARAT DAN ADAB PENYEMBELIHAN
a. Menyembelih hewan harus dilakukan dengan alat yang tajam yang dapat mengalirkan darah. Hal ini berdasarkan pada hadis Nabi saw berikut ini:
Dari Syaddad ibn Aus, bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik (ihsan) terhadap segala sesuatu. Maka jika kamu sekalian membunuh hendaklah dengan cara yang baik, apabila kamu menyembelih, hendaklah bersikap baik (ihsan) dalam penyembelihan itu, dan hendaknya dengan menggunakan alat penyembelihan yang tajam dan menunggu sampai mati (untuk mengulitinya). [HR. Muslim, Shahih, al-Shaid wa al-Dabaih: 3615]

b. Tidak boleh menyembelih hewan dengan gigi atau kuku.
Dari Rafi' ibn Khadij, Rasulullah saw bersabda, Alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan yang disembelih dengan menyebut nama Allah, makanlah olehmu, kecuali karena gigi dan kuku. [HR. Bukhari, Shahih, al-Syirkah: 2324] 

c. Sasaran yang dipotong adalah dua urat nadi yang ada dileher, tenggorokan (jalan pernafasan) dan kerongkongan, agar binatang yang disembelih cepat mati. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama fiqih setelah mempertimbangkan aspek ihsan dalam penyembelihan sebagaimana hadis nabi diatas.

Sesungguhnya ada hadis yang menunjukkan sasaran yang harus dipotong, tetapi hadis-hadis tersebut kualitasnya dha'if, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh ad-Daruqurhni dan Abdurrazzaq:
Rasulullah saw bersabda, ingatlah bahwa penyembelihan itu pada tenggorokan dan kerongkongan.
[HR. Ad-Daruquthni, diriwayatkan dari Abu Hurairah, menurut Ibn Hajar al-'Asqalani (al-Dirayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah, 2:2014) sanadnya meragukan, begitu juga yang ditakhrijkan oleh Abdurrazzaq dari Umar ibn al-Khattab serta dari Ibn 'Abbas. Sehingga karenanya hadisnya berkualitas dha'if]

d. Bila hewan menjadi buas atau bersembunyi sehingga mengalami kesulitan dalam membunuh dengan memotong urat nadi tersebut, maka diperbolehkan menyembelihnya dengan cara hewan itu dikenai alat yang tajam yang dapat mematikan.
Hal ini berdasar hadis Rasulullah saw:
Dari Rafi' ibn Khadij, ia berkata, Kami bersama Rasulullah di Dzil Khulaifah perkampungan Bani  Tihamah, Lepaslah seekor unta milik suatu kaum. sedangkan tiada kuda untuk mengejarnya, maka dipanahlah unta tersebut untuk menahan (membunuh)nya. Rasulullah saw kemudian bersabda. Sesungguhnya binatang itu mempunyai sifat buas sebagaimanan buasnya binatang liar. Maka apapun yang dapat kamu lakukan terhadap binatang itu, maka tempuhlah.
[HR. al-Bukhari (Shahih, al-Syirkah:2324), Muslim (Shahih, al-Adhahiy:3638), Tirmidzi (Sunan, al-Ahkam wa al-Fawaid:1411,1412), Nasaiy (Sunan, al-Shay wa al-Zabaih: 4223), Abu Dawud (sunan: al-Dhahaya:2438), Ibn Majah (Sunan, al-Adhahiy:3128), Ahmad ibn Hanbal (Musnad: 15245), dan ad-Darimy (Sunan, al-Adhahiy: 1895)]. Hadis ini berkualitas shahih dan sah dipakai sebagai hujjah. 

e. Hewan yang akan disembelih hendaknya dihadapkan ke arah kiblat.
Dari Jabir ibn 'Abdullah berkata, Rasulullah pada hari qurban menyembelih dua ekor kambing yang bertanduk, enak dipandang dan kekar, maka setelah menghadapkan keduanya (ke arah kiblat), beliau berdoa: Inni-wajahtu.
[HR. Abu Dawud (Sunan, al-Dhahaya:2413), Ibn Majah (Sunan, al-Adhahiy: 3112)] 

f. Ketika menyembelih hewan hendaknya membaca basmalah dan takbir. Hal ini berdasar pada:
1) Al-Qur'an surat al-An'am (6) ayat 118:
Maka makanlah bintang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. 

2) Al-Qur'an surat al-An'am (6) ayat 121:
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Ssesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. 

3) Hadis Rasulullah saw:
Anas berkata, Rasulullah saw berqurban dengan dua ekor kambing yang bagus dan bertanduk. Anas berkata Aku melihat Rasulullah saw menyembelih keduanya dengan tangannya. Dan aku melihat beliau meletekkan telapak kakinya pada batang leher keduannya, dan mengucapkan: Bismillah wallahu Akbar.
[HR. Bukhari, Shahih, al-Hajj; 1450, al-Adhahiy: 5132, 5239, 6850]

Dari 'Aisyah ra, ia berkata, suatu kaum bertanya kepada Rasulullah. Ya Rasulullah, suatu kaum datang membawakan daging kepada kami, dan kami tidak mengetahui apakah telah dibaca asma Allah (ketika menyembelih) ataukah tidak. Maka Rasulullah menjawab Ucapkanlah asma Allah atas daging tersebut, dan makanlah.
[HR. Bukhari, Shahih, al-Buyu': 1916; al-Zabaih wa al-Shayd: 5083; Tauhid: 6849]

g. Atau dengan berdo'a
Hal ini berdasarkan hadis:
Dari Jabir ibn Abdillah, ia berkata, Rassulullah pada hari qurban menyembelih du aekor kambing yang bertanduk, enak dipandang dan kekar, maka setelah menghadapkan keduanya (kearah kiblat), beliau berdoa: INNI- WAJJAHTU WAJHIYAH LILLADZI- FATHOROS SAMA-WA-TI WAL ARDHO 'ALA-MILLATI IBRO-HI-MA HANI-FAN WA MA-ANA-MINAL MUSYRIKI-N. INNA SHOLA-TI WA NUSUKI-WA MAHYA-YA WA MAMA-TI LILLA-HI ROBBIL 'A-LAMI-N LA-SYARI-KA LAH WA BIZA-LIKA UMIRTU WA ANA-MINAL MUSLIMI-N. ALLA-HUMMA MINKA WA LAKA WA 'AN MUHAMMADIN WA UMMATIHI BISMILLA-HI WALLAHO-HU AKBAR.
kemudian menyembelih  


PEMBAGIAN DAGING QURBAN
a. Daging qurban itu dibagi untuk tiga mustahik qurban, yaitu: (1) untuk dimakan oleh shahibul qurban, (2) untuk disedekahkan kepada para fakir miskin, dan (3) untuk dihadiahkan kepada para sahabat, kolega dan kenalan.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. al-Hajj (22) ayat 36:
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelih dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan oang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
 
Menurut Ibn 'Abbas, al-qani' adalah orang yang merasa cukup dengan yang ada padanya. Menurut al-Mujahid, termasuk dalam pengertian al-qani' adalah tetangga kaya yang karena dekatnya rumah bisa melihat segala sesuatu yang masuk kerumah kita. Sedangkan al-mu'tarr adalah orang yang datang berkunjung dan meminta bagian daging qurban tersebut, bisa orang miskin tetapi dapat juga orang kaya. [tafsir Ibn Katsir]

Berdasar tersebut, menurut Ibn Katsir, daging qurban (dan semua bagian dari hewan qurban) itu diperuntukkan: sepertiga untuk shahibul qurban, sepertiga dihadiahkan kepada para sahabat, kenalan dan handai taulan. dan sepertiga sisanya disedekahkan kepada para fakir dan miskin. Sedangkan menurut sebagian ulama madzhab syafi'iyah, bagian dari shahibul qurban adalah kurang dari sepertiga.

Sedangkan jumhur ulama berpendapat, menurut wahbah al-Zuhili, bagian daging untuk shahibbul qurban hanyalah kebolehan, sehingga apabila semuanya disedekahkan tidaklah mengapa.

b. Shahibul qurban maupun orang yang mendapat pembagian daging qurban, apabila tidak habis, boleh menyimpan daging qurban meskipun lebih dari tiga hari. Hal ini berdasar pada hadis riwayat al- Tirmidzi dan an-Nasaiy berikut ini:
Dari Sulaiman ibn Buraidah dan ayahnya, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Aku telah (pernah) melarang kamu sekalian untuk (menyimpan) daging qurban lebih dari tiga hari untuk memberi keleluasaan bagi orang yang kaya terhadap orang yang tidak mampu, maka sekarang makanlah, sedekahkan dan simpanlah. 
[HR. al-Tirmidzi, sunan, al-Adhahiy 'an Rasulillah: 1430 dan an-Nasaiy, sunan, al-Janaiz: 2006] 

Serta hadis Rasulullah lainnya:
Ayah Abdurrahman ibn 'Abis bertanya kepada Aisyah, Apakah Nabi saw melarang untuk memakan daging qurban lebih dari tiga hari? Aisyah menjawab (Nabi) tidak pernah melarangnya kecuali pada tahun (paceklik) dimana orang-orang kelaparan, sehingga diharapkan orang kaya bisa memberi makan orang yang miskin. 
[HR. Bukhari, Shahih, al-Ath'imah: 5003, 5018]

Serta hadis:
Buraidah berkata, Rasulullah saw bersabda, Aku telah pernah melarang kamu melakukan ziarah kubur, maka (sekarang) lakukanlah ziarah kubur. Dan aku telah pernah melarang kamu menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari, maka (sekarang) simpanlah yang masih ada untuk kamu (meski lebih dari tiga hari), dan aku telah pernah melarang kamu meminum nabidz (minuman manis yang biasanya diambil dari buah kurma) kecuali dengan siqa' (wadah air dari kulit), maka (sekarang) minumlah dengan segala jenis wadah air tetap jangan minum sehingga mabuk.
[HR. Muslim, shahih, al-Janaiz: 1623; al-Adhahiy: 3651]

c. Daging qurban tidak boleh diberikan sebagai upah, baik untuk sipemotong maupun 'amilnya. Begitu juga kulit, kepala, atau apapun juga bagian dari tubuh hewan qurban tidak boleh diberikan sebagai upah. Upah hendaknya diambilkan dari selain bagian hewan qurban, yaitu harta yang lain selain hewan qurban tersebut. Hal ini sesuai dengan hadi nabi saw:
Dari Ali ra, ia berkata, Rasulullah saw memerintahkan kepadaku agar aku mengurus binatang sembelihan, dan mensedekahkan daging-dagingnya, kulit-kulitnya, dan semua bagiannya. Dan beliau tidak membolehkan aku memberi sesuatu daripadanya kepada tukang sembelih. Ali berkata, dan kami memberi upah dari harta kami (yang lain).
[HR. Bukhari, Shahih, al-Hajj: 1602, 1603] [Muslim, Shahih, al-Hajj: 2320, 2321]

d. Hewan qurban yang disembelih adalah untuk dimakan, disedekahkan, dan untuk dihadiahkan, sehingga shahibul qurban tidak boleh menjual daging qurban dan semua dari hewan tersebut, termasuk kulitnya. Menjual salah satu bagian dari hewan qurban dapat diartikan sebagai ketidak ikhlasan dalam berkurban. QS. al-Hajj (22) ayat 36 yang menjadi dalil diatas, serta hadis riwayat Ali bin Abi Thalib ra. diatas menjadi alasan ketidak bolehan menjual setiap bagian dari hewan qurban oleh shahibul qurban.

Sebenarnya ada hadis yang secara rinci melarang menjual setiap bagian dari hewan qurban, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal dibawah ini, hanya sayang hadisnya munqathi' (terputus sanadnya) dan berkualitas dha'if sehingga tidak bisa dipakai sebagai dalil dalam berhujjah.
hadis tersebut adalah:
Dari Qatadah, ia menceritakan bahwa Rasulullah saw berdiri dan bersabda, Sesungguhnya aku pernah memerintahkan kamu sekalian untuk tidak memakan daging qurban melebihi tiga hari untuk memberi keleluasaan bagimu, maka kini aku menghalalkannya bagi kamu sekalian. Maka makanlah dari daging qurban itu semaumu. Janganlah engkau menjual daging al-hadyu (sembelihan dalam haji) dan qurban, tetapi makanlah, sedekahkanlah, dan pergunakanlah kulitnya dan janganlah kamu menjualnya. Dan jika engkau diberi dagingnya, maka makanlah semaumu (kapanpun juga).
[HR. Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, Awwal Musnad al-MAdaniyyin Ajma'in: 15622]

Sedangkan untuk orang yang diberi daging atau bagian lainnya dari hewan qurban termasuk kulitnya (mustahiq qurban), tidak ada larangan baginya untuk menjualnya. Larangan dari hadis diatas berlaku bagi shahibul qurban dan tidak berlaku bagi penerima (mustahiq qurban). Orang yang diberi daging qurban (dan juga bagian yang lainnya) boleh menjual daging (dan juga bagian yang lainnya) tersebut, meskipun shahibul qurbannya mengetahui. [Wahbah al-Zuhailiy, Fiqh al-'Ibadah, 1998, h.281]

Panitia qurban juga dilarang untuk menjual daging atau bagian lainnya dari hewan qurban termasuk kulit, apabila penjual tersebut bukan untuk mewakili orang yang mendapat sedekah/pemberian (mustahiq qurban), seperti untuk upah, untuk konsumsi panitia, dan untuk membeli plastik.

Akan tetapi apabila panitia qurban itu menjual daging atau bagian lainnya dari hewan qurban termasuk kulit itu untuk mewakili kepentingan orang yang mendapat sedekah/pembagian (mustahiq qurban, bukan shahibul qurban), seperti karena penerima pembagian qurban kesulitan memanfaatkan kulit atau kesulitan mengolahnya, lalu kulit dijual dan ditukar dengan daging, maka hal tersebut tidaklah dilarang.

e. Shahibul qurban janganlah mengambil bagian daging qurban yang baik dan mesedekahkan yang jelek untuk orang lain. Hal ini berdasar firman Allah dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) ayat 267:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Kaya lagi Maha Terpuji.

 f. Rasulullah saw membagi daging qurban dalam keadaan mentah dan belum dimasak.
Hal tersebut bisa dipahami dari hadis berikut:
Dari Ali ra, ia berkata, Rasulullah memerintahkan kepadaku agar mengurus binatang sembelihannya dan mensedekahkan daging-dagingnya, kulit-kulitnya dan semua bagiannya. Dan beliau tidak membolehkan aku memberi sesuatu daripadanya kepada tukang penyembelih.
[HR. Bukhari (Shahih al-Bukhari, al-Hajj: 1602, 1603); HR. Muslim (Shahih, al-Hajj: 2320, 2321); Abu Dawud (Sunan, al-Manasik: 1506); Ibn Majah (Sunan, al-Manasik: 3090); al-Darimiy (Sunan, al-Manasik: 1859); Ahmad ibn Hanbal (Musnad, Musnad al-'Asyrah al-Mubsirum bi al-Jannah: 1256, 559, 954)] 

Meskipun demikian, tidak diketemukan adanya dalil yang melarang membagi daging qurban dalam keadaan sudah dimasak atau sudah dikalengkan. Sehingga karenanya tidak ada larangan membagi daging qurban sudah dalam keadaan dimasak.

g. Tidak ada ketentuan pasti apakah pemberian daging qurban itu berdasarkan jumlah anggota keluarga ataukah setiap keluarga mendapat bagian yang sama. Musyawarah panitia adalah jalan terbaik untuk menentukannya.

h. Tidak ada larangan bagi non muslim untuk diberi daging qurban. Panitia qurban dapat mempertimbangkan berdasarkan kemaslahatan untuk memberi atau tidak memberi daging kurban tersebut kepada non muslim.


LARANGAN BAGI YANG AKAN QURBAN
Sejak awal bulan Dzulhijjah, orang yang akan berqurban agar tidak memotong kuku dan tidak memotong rambut. Hal ini berdasarkan hadis nabi:
Dari Ummu Salamah bahwasannya Rasulullah saw bersabda, Jika kamu telah melaihat hilal (bulan sabit yang menandakan tanggal 1 bulan Qomariyah) bulan Dzulhijjah dan salah seorang diantaramu ingin berqurban, maka hendaknya ia menahan untuk tidak memotong rambut dan kukunya.
[HR. Muslim (Shahih, al-Adhahiy: 3655, 3653, 3654, 3656); al-Tirmidzi (Sunan, al-Adhahiy: 1443); an-Nasaiy (Sunan, al-Dhahaya: 4285, 4286, 4288); Abu Dawud (Sunan, al-Dhahaya: 2409); Ibn Majah (Sunan, al-Adhahiy: 3140, 3141); Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, Baqiy Musnad al-Anshar: 25269, 25359, 25435), al-Darimiy (Sunan, al-Adhahiy: 1865, 1866); Hadis ini shahih dan sah digunakan sebagai dasar berhujjah]

  
PESTA MAKAN DAN MINUM PADA HARI RAYA TASYRIK
Pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik boleh saja bergembira ria dengan pesta makan minum dari daging qurban selama tidak berlebih-lebihan.

Hal ini berdasarkan pada hadis berikut:
Dari Nubaisyah al-Hudzailiy, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan, minum dan dzikir kepada Allah.
[HR. Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, Awwal Musnad al-Bashriyyin: 19797)]

Dan firman Allah dalam al-Qur'an surat al-A'raf ayat 31:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.


dari Penerbit Suara Muhammadiyah, Cetakan II Juni 2010.


Semoga bermanfaat sebagai tuntunan kita dalam menjalankan Ibadah Qurban, Tiada Henti MEMBERI untuk NEGERI.

Mari BERBAGI bersama KAMI, Tiada Henti MEMBERI untuk NEGERI
========================================================
Layanan TERBAIK dengan berbagai KEMUDAHANJEMPUT ZISWQ
(Zakat, Infaq/Shodaqoh, Waqaf & Qurban) atau INFO LAINNYA silahkan hubungi:
  • Office Lazismu Jember : (0331) 484785 (Jam Kerja 08.00 sd 16.00)
  • Hotline: WA Lazismu Jember: 081232000995
  • Kamiludin: HP/WA: 085257238205
  • M. Syaikur Rodi: HP/WA: 0852234678055
  • La Ode Khairul Anfal: HP/WA: 085258805309
  • Agus Yanto: HP/WA: 087750600156
  • Dedi Miftahul Hamzah: HP: 082257773188
  • Abdul Khamil: SmS: 085236144757, WA: 082230343339
Untuk Layanan yang lebih dekat bisa menghubungi UPZ TERDEKAT dengan ANDA di DAFTAR KOORDINATOR UPZ se-JEMBER.
  
    
Tuntunan Ibadah Qurban menurut Rasulullah saw (edisi: TERLENGKAP) Tuntunan Ibadah Qurban menurut Rasulullah saw (edisi: TERLENGKAP) Reviewed by Lazismu Jember on Agustus 11, 2016 Rating: 5

Related Posts No. (ex: 9)