Menanam Kebaikan di Saat Ini

Seorang Arab Baduy bernama Zaid al-Khail merasa pusing tujuh keliling. Berhari-hari ia tak bisa tidur, dirundung rasa duka dan gelisah selalu. Dari pedalaman padang pasir ia pun memacu onta kesayangannya menuju masjid Nabawi di Madinah.
Setelah menambatkan ontanya di depan masjid, ia pun mengucap salam seraya dijawab oleh Rasulullah yang kemudian mempersilakan Zaid untuk duduk di hadapannya.
“Begini ya Rasulullah,” Zaid pun membuka percakapan, “selama beberapa hari ini saya telah membuat onta saya merasa kelelahan dan kotor sekali. Saya berpuasa di siang hari, dan bermunajat di malam hari, sampai kemudian memutuskan berjumpa dengan Rasul untuk menanyakan dua persoalan yang selama ini menyelimuti benak saya.”
Setelah menyimak apa yang dikeluhkan itu, Rasul pun menanyakan siapa namanya, kemudian dijawab oleh pemuda itu.
“Zaid al-Khail,” jawab pemuda itu, yang berarti Zaid si pencinta onta.
“Lalu, dua persoalan apa yang ingin kamu tanyakan?”
“Saya ingin bertanya mengenai tanda-tanda orang yang dicintai Allah. Dan yang satu lagi mengenai tanda-tanda orang yang dimurkai oleh-Nya.”
Rasulullah tersenyum mendengar pertanyaan yang cukup cerdas meluncur dari mulut seorang Arab Baduy. Kemudian beliau memanggil pemuda itu dengan sebutan “Zaid al-Khair”, yang artinya Zaid si pencinta kebaikan. Pemuda itu agak terkejut mendengar panggilan Rasul tersebut, meski kemudian ia menyadari bahwa nama yang disebutkan Rasul memang lebik baik ketimbang nama yang sebenarnya.
Ketika pemuda itu membalas senyuman Rasul, seketika Rasul pun memancing satu pertanyaan kepadanya, “Sekarang bagaimana perasaanmu, wahai Zaid al-Khair?”
Dengan mata berkaca-kaca dan raut muka yang ceria, pemuda itu kemudian menjawab, ”Memang akhir-akhir ini saya mencintai amal kebaikan, ya Rasulullah. Saya juga senang melihat orang lain melakukan kebaikan.”
“Setelah itu?” tanya Rasul.
“Akhir-akhir ini saya senang sekali menyebarluaskan kebaikan, dan saya yakin akan balasan dari Allah, terhadap orang-orang yang menyebarluaskan kebaikan.”
Rasul membiarkan pemuda itu menyampaikan pendapatanya secara panjang-lebar, karena apa-apa yang mengganjal di hatinya selama ini, serta ingin dipertanyakan kepada Rasul sebenarnya dia sendiri sudah menemukan jawabannya.
Sampai akhirnya Zaid pun mengatakan, “Ya Rasul, bahkan jika ada kesempatan untuk melakukan kebaikan tetapi saya luput melakukannya, saya menyesal sekali apabila tidak ikut terlibat untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan itu.”
“Itulah tanda-tanda orang yang dicintai Allah,” kata Rasul dengan lembut, “Jika Allah murka kepadamu, kamu akan melakukan yang sebaliknya dari apa-apa yang kau ucapkan itu. Dan jika Allah tidak mempedulikan kamu, boleh jadi kamu akan jatuh ke jurang bersama onta yang kamu sayangi itu.”
Sindiran yang disampaikan Rasul sekaligus mengkritik kecintaan pemuda itu pada kendaraannya (onta), yang sering membuat manusia terlena untuk lebih mencintai harta duniawi ketimbang mencintai nilai-nilai kebaikan serta menyebarluaskannya. Di era milenial ini, kecintaan dan kerinduan pemuda itu untuk menyebarluaskan kebaikan patut kita teladani bersama. Dan dengan itu, Rasul merasa senang dan bangga kepada umatnya, bukan semata-mata pada batasan berbuat baik untuk dirinya sendiri, tetapi juga berbuat baik untuk menyebarluaskan nilai-nilai kebaikan kepada khalayak. Itulah yang dimaksud dengan syiar atau dakwah, yang harus disampaikan dengan bijak dan santun agar dapat mengena di hati publik. Jika dakwah itu disampaikan dengan cara-cara kasar dan tidak sopan, tentu mesin bandul penolakan akan menimpa sang pendakwah itu sendiri.
Setelah berjumpa dengan Rasul, Zaid merasa nyaman dan puas. Ia tidak pernah lagi mengubah namanya sejak Rasul memanggilnya dengan sebutan Zaid al-Khair. Kemudian ia pamit sambil memacu ontanya, merasakan nuansa kelembutan dan kasih-sayang yang begitu mendalam, sebagaimana para sahabat lain yang pernah berjumpa langsung dengan Rasulullah.
Kiranya kita yang hidup di era milenial ini sangat patut mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah inspiratif semacam ini. Berbuat baik dan senang menyebarluaskan kebaikan tidak mungkin punya ruh dan energi jika dilakukan oleh orang-orang yang putus asa dari rahmat Allah. Karena memang energi untuk menebar kebaikan, niscaya lahir dari keyakinan dan prilaku orang-orang yang berbaik sangka kepada Allah, bukan dari mereka yang berburuk sangka kepada-Nya.
Zaid al-Khair adalah figur yang harus dijadikan cermin bagi masyarakat Banten yang sering latah mengambil-alih hak prerogatif Allah dengan menghembus-hembuskan isu tentang datangnya hari kiamat. Ketahuilah, bahwa hal tersebut bukan urusan Anda. Rasulullah menganjurkan kita untuk menanam satu pohon yang siap ditanam pada hari ini, meskipun ada orang mengabarkan bahwa esok akan datang hari kiamat.
Pesan Rasulullah itu mengisyaratkan umatnya, bahwa tugas utama manusia adalah berbuat baik, mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kita disuruh untuk mencegah kemungkaran dengan jalan yang terbaik. Perkara orang yang disuruh itu akan sadar hari ini, esok lusa, atau tahun depan, itu bukan urusan keputusan kita, melainkan urusan hidayah Allah. Bahkan jikapun orang itu tidak sadar sama sekali, setelah kita bersusah-payah mengajak di jalan kebaikan, itu pun merupakan ujian ketaqwaan kita agar terus istiqomah di jalan-Nya.
Yang penting manusia bersabar dan terus menguatkan kesabarannya, tidak putus asa dari rahmat Allah. Apalagi sampai mengajak istri dan anaknya untuk kompak bersama-sama meninggalkan dunia yang dianggap “biadab” ini. Apakah benar bahwa dunia ini biadab? Tergantung dari sudut pandang dan perspektif mana kita melihatnya?
Di dalam Alquran kita senantiasa disuruh agar membangun prinsip dan keyakinan bahwa Allah akan memberi rahmat dan ampunan bagi hamba-Nya yang berbuat baik, meskipun orang itu pernah berkubang selama bertahun-tahun di lumpur kemaksiatan dan kezaliman. Dalam surat an-Nisa ayat 110, Allah berfirman:“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Di samping itu, kita merasa bersyukur dengan fenomena munculnya wacana dan opini di harian-harian umum Banten, yang terus-menerus membangun keyakinan dengan penuh istiqomah, bahwa Allah akan menjamin kebaikan dan melipatgandakan pahala, khususnya bagi mereka yang menyebarluaskan kebaikan. Kita senantiasa merasa senang dan bahagia dengan maraknya nilai-nilai kebaikan disebarluaskan oleh mereka yang optimistis dan percaya pada rahmat dan kasih sayang Allah subhanahu wata’ala.
sumber : kabar-banten.com
barcode E-Money ini bisa transaksi melalui Ovo, Gopay, Link-Aja, Danaku, I-Saku, dll

Menanam Kebaikan di Saat Ini Menanam Kebaikan di Saat Ini Reviewed by Lazismu Jember on Juni 02, 2020 Rating: 5

Related Posts No. (ex: 9)