DZIKIR SOSIAL
Dzikir Sosial |
DZIKIR
SOSIAL
Seorang Filsuf Jerman Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) mengatakan Tuhan sudah mati,
Tuhan tetap mati dan kita telah membunuhNya. Nietzsche menilai gagasan
tentang Tuhan tidak lagi mampu untuk berperan sebagai sumber dari semua aturan moral,
yang ada malah manusia semakin jauh dari Tuhannya. Dengan begitu, bagi Nietzsche Tuhan telah mati oleh para pembunuh
(manusia) yang amoral. Sesungguhnya Tuhan tidak akan pernah “ada” dalam
diri manusia tanpa adanya kesadaran ber-Tuhan dari manusia itu sendiri. Dengan
kesadaran itulah maka Tuhan akan “ada” dalam diri manusia dan tetap “ada”
selama manusia masih memiliki kesadaran ber-Tuhan.
Dalam Islam, Tuhan telah mendeklarasikan
diriNya dengan sebutan “Allah”. Dengan
menyebut dan mengingatNya akan benilai ibadah (dzikir). Untuk merasakan
kehadiranNya kita di perintah untuk ibadah dan mendirikan shalat (QS.20:14).
Kehadiran Tuhan dalam diri manusia merupakan kesadaran yang kemudian menjelma
menjadi kebaikan, keindahan, keadilan dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dan
sebaliknya, adanya kebatilan, kemaksiatan dan kejahatan-kejahatan lainnya
merupakan indikasi bahwa ketiadaan Tuhan dalam diri manusia.
Dzikir adalah kesadaran ber-Tuhan kepada
Allah SWT. Dengan kesadaran (dzikir) akan muncul hubungan emosional antara
manusia dengan Tuhannya. Sebab dengan dzikir kepada Tuhan, secara otomatis
Tuhan juga berdzikir untuk manusia (QS.2:152). Dalam prakteknya, sedikitnya
dzikir dibagi menjadi 3 (tiga) dimensi yaitu dzikir hati, dzikir lisan dan
dzikir perbuatan. Ketiganya membentuk sistem dzikir yang tidak bisa dipisahkan
antara satu dengan lainnya.
Dzikir memiliki energi positif yang sangat
luar biasa, karena itu dzikir harus menjadi pondasi kaum muslimin agar bisa
memancarkan dan menularkan energi-energi positif kepada yang lain. Untuk
merasakan dampaknya, menurut Haedar Nasir (2010) nilai dzikir harus di
internalisasi dalam kehidupan individu agar menjadi pondasi dan corak spiritual
sosial. Dengan demikian energi dzikir akan mewujud dalam transformasi sosial.
Dzikir hanya menjadi ritual tak berarti (kosong) tanpa pelembagaan di masing-masing
individu. Menurut Haedar, selama ini masih terdapat ruang kosong dalam
kehidupan bermasyarakat. Egoisme individu dan kelompok menjadi penyebab hal
itu. Padahal, saat ini umat Islam harus berpikir untuk berbuat yang terbaik
bagi bangsa.
Dzikir
tidak harus berjamaah dan mengeraskan suara. Bahkan Allah memerintahkan untuk
berdzikir dalam hati dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara diwaktu pagi dan petang (QS.7:205). Sebab, mengeraskan suara
dzikir maupun tidak Allah Maha mengetahui segala isi hati (QS.67:13).
Penulis : Kamiludin,S.Kep.Ners
- Ekskutif Lazismu Jember
- Aktivis Pimpinan Daerah Pemuda
Muhammadiyah Jember
- Anggota FOKAL IMM Jember
____________________________________________________
Layanan TERBAIK dengan berbagai KEMUDAHAN, JEMPUT QURBAN TUNAI ataupun DONASI ZAKAT, INFAQ/SHADAQAH dan WAQAF dari TEAM LAZISMU Kabupaten Jember atau INFO LAINNYA silahkan hubungi:
- Office Lazismu Jember : (0331) 484785 (Jam Kerja 08.00 sd 16.00)
- Hotline: WA Lazismu Jember: 081232000995
- Kamiludin: HP/WA: 085257238205
- M. Syaikur Rodi: HP/WA: 0852234678055
- La Ode Khairul Anfal: HP/WA: 085258805309
- Agus Yanto: HP/WA: 087750600156
- Dedi Miftahul Hamzah: HP: 082257773188
- Abdul Khamil: SmS: 085236144757, WA: 082230343339
DZIKIR SOSIAL
Reviewed by Lazismu Jember
on
Juli 25, 2016
Rating: